Penambangan Pasir Ilegal, Kerusakan Di Balik Pesona Bali
Untuk artikel asli & galeri foto lengkap, silakan klik di sini

Sekilas, perbukitan di pedalaman Bali itu seperti terkena meteor. Lubang-lubang raksasa menganga dengan kedalaman 20-an meter, seluas lebih dari lapangan bola.
Didalamnya, terlihat para buruh bekerja mengeruk pasir dengan sekop ataupun mesin pengeruk (backhoe). Truk pengangkut hilir mudik. Derunya bercampur dengan suara mesin-mesin pemilah pasir.
Itulah yang setiap hari terjadi di perbukitan di Desa Sebudi, Kecamatan Selat, Kabupaten Karangasem, Bali. Desa berjarak sekitar 60 km dari Denpasar itu termasuk salah satu pusat penambangan pasir di Bali.
Selain di Selat, pusat penambangan pasir di Karangasem ada di dua kecamatan lain yaitu Kubu dan Bebandem. Semuanya terletak di kaki Gunung Agung dan menjadi jalur lahar ketika gunung tertinggi di Bali itu meletus pada 1963, sehingga diberkahi hamparan pasir.
Namun, berkah itu menjadi ancaman bila pengambilan pasir tanpa aturan dan pengendalian. “Paling hanya 10-15 persen dari 100-an usaha penambangan pasir di Karangasem yang berizin. Sisanya ilegal,” kata Wayan Sadra, mantan anggota DPRD Karangasem.
Made Mangku, Koordinator Sekretariat Kerja Penyelamatan dan Pelestarian Lingkungan Hidup (SKPPLH) memberikan data yang kurang lebih sama. Menurut Mangku, 75 persen perusahaan penambangan pasir Bali tak berizin alias ilegal.
Menurut Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Karangasem sendiri, ada 60 perusahaan penggalian pasir di tiga kecamatan tersebut. Sebagian besar memang tak berizin. Toh, pemerintah setempat membiarkan saja demi alasan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Selain Karangasem, kabupaten lain yang menjadi pusat penambangan pasir adalah Bangli. Tepatnya di kaki Gunung Batur yang beberapa kali meletus. Hamparan pasir terutama di sisi barat dan utara Gunung Batur dikeruk tiap hari.
Seperti halnya di Karangasem, penambangan pasir di Kintamani, Bangli pun banyak yang tak berizin. Toh, warga seperti bebas menambang pasir tanpa harus takut terhadap adanya pelarangan.
Kencing di Jalan
Di kaki Gunung Batur, hampir 500 truk tiap hari hilir mudik mengangkut pasir dari tempat berjarak sekitar 2 jam perjalanan dari Denpasar itu. Dari jantung Bali itu, pasir dijual terutama ke daerah Bali selatan seperti Badung dan Denpasar.
Ketut Sudarma, salah satu sopir truk pengangkut mengatakan, tiap hari rata-rata satu truk mengangkut dua kali. Ketut misalnya, tiap hari berangkat pukul 2 pagi lalu pukul 10 sudah bawa ke Denpasar. Siangnya dia kembali lagi. Satu kali angkut mereka bisa membawa 15 ton pasir. “Padahal kapasitas maksimal menurut aturan hanya tujuh ton,” ujar Ketut.
Para sopir biasanya mengakali agar tidak kena operasi penertiban. Mereka menurunkan sebagian pasir yang diangkut itu ke pengepul di sepanjang jalan. Para pengepul ini dengan mudah ditemukan sepanjang jalan antara Denpasar dan lokasi penambangan di j
alan By Pass IB