Hati-hati Melintasi Tukad Petanu, Dijaga Wong Samar
Laporan Wartawan Tribun Bali, I Wayan Eri Gunarta
TRIBUN-BALI.COM, GIANYAR - Tukad (sungai) Petanu merupakan sungai berair jernih yang alirannya melewati berbagai desa di Kabupaten Gianyar, Bali. Mulai dari Desa Tampaksiring, Desa Petulu, Kemenuh, Blangsinga dan Sukawati. Namun sampai saat ini, tidak ada yang mengetahui dimana muaranya.

Lebar tukad Petanu di setiap desa rata-rata 20 meter. Pohon perindang yang tak terjamah manusia, bebatuan raksasa serta keberadaannya yang jauh dari pemukiman warga, menjadikan tempat ini asri.
Banyak cerita mistis yang sering dialami warga saat berada di sungai ini, khususnya sebelum tahun 1970-an.
Sementara pada tahun-tahun ini, cerita mistis hanya dialami oleh para pemancing.
Sebab saat ini yang berani ke sungai Petanu hanya para pemancing. Warga Banjar Nagi, Desa Petulu, Ubud, Gianyar, I Ketut Samiasa (50) mengatakan sebelum tahun 1970-an, sungai Petanu yang terletak di sebelah timur banjarnya menjadi akses warga Nagi saat berkunjung ke banjar sebelah, yakni Banjar Laplapan, Desa Petulu, Ubud. Hal tersebut disebabkan pada saat itu, belum ada jembatan penghubung antara kedua banjar ini. "Dulu ketika akan mengunjungi teman ataupun sanak saudara di sana harus turun ke tukad (sungai) Petanu. Tinggi turunannya sampai 300 meter. Terkadang saat berada di bawah, sering terlihat ada batu raksasa yang melayang-layang di udara. Kata orang tua, itu merupakan ulah wongsamar (penghuni dunia lain) yang tengah membuat rumah. Tapi kami tak takut, sebab dulu itu adalah hal biasa," ujarnya saat ditemui di rumahnya, Minggu (8/3/2015) pagi.
Setelah adanya kendaraan dan jembatan penghubung Banjar Nagi dan Laplapan mereka tak lagi menuruni sungai Petanu. Letak jembatan sepanjang 10 meter dengan material aspal ini terletak di Banjar Ambengan, Desa Peliatan, Ubud. Warga lainnya, I Putu Setiawan yang gemar memancing di sungai Petanu mengalami banyak hal mistis di kawasan sungai yang menjadi habitat kera ekor panjang tersebut.
Mulai dari air yang awalnya tenang lalu tiba-tiba bergelombang setinggi tujuh meter, suara gemuruh seperti warga sedang menggelar sabung ayam dan lainnya. "Paling membuat saya takut, pernah saya berpapasan dengan seorang wanita berambut panjang dan kulit kuning langsat. Dia tengah duduk santai di atas batu di tengah aliran sungai. Awalnya saya kira itu bule. Sebab di atasnya ada hotel Kamandalu. Saya sempat menyapanya, tapi ia tidak merespon. Saya lewati begitu saja. Belum ada dua menit, saya tengok dia lagi, tapi sudah hilang. Saat itu, bulu kuduk langsung berdiri, keringat dingin membasahi sekujur tubuh. Sialnya, saat itu saya memancing sendirian. Untung masih bisa lari," tandasnya. Cerita yang berkembang dari mulut ke mulut, di mana sumbernya berasal dari orang indigo asal Banjar Petulu Kelod, Desa Petulu, Ubud, dikatakan tukad Petanu merupakan kotanya wong samar. Wongsamar di sana pun bukan wongsamar biasa, namun dari kalangan berada. "Katanya rumahnya terbuat dari emas. Ada toko, kendaraan, wisatawan dan pokoknya sama seperti di dunia kita," ujar Samiasa lagi.